Ø Sejarah
singkat jepang
Sejak pemerintahan
Shogun Tokugawa (pada abad ke-17), Jepang melakukan politik isolasi (artinya
menarik diri dari pengaruh asing–Barat). Politik Isolasi ini mulai dijalankan
oleh Iyeyashu Tokugawa (1639) dan diteruskan oleh para penggantinya. Tujuan
politik isolasi untuk menjamin tetap tegaknya pemerintahan Shogun dan mencegah
masuknya pengaruh asing (Barat).
Politik Isolasi
(Menutup Diri)Dilatarbelakangi oleh adanya ancaman dari bangsa-bangsa Eropa
yang melakukan perdagangan di Jepang dan akhirnya dikawatirkan akan menimbulkan
imperialism dan kolonialisme di Jepang. Selama melaksanakan politik isolasi
(1186-1867) system pemerintahan menggunakan system pemerintahan bakufu dengan
cirri-ciri:
a)
Kaisar (Tenno) hanya sebagai kepala negara dan tidak memegang pemerintahan.
b)
Pemerintahan negara diserahkan kepada
seorang Shogun.
c)
Tiap daerah dipegang oleh seorang daimyo.
d) Daimyo diberi hak
mempunyai tentara sendiri-sendiri yang disebut samurai.
Selama Jepang menutup
diri, dunia Barat terus melaju pesat dengan industri dan teknologinya. Untuk
itu bangsa-bangsa Barat membutuhkan daerah pasaran hasil industri. Amerika
Serikat, merupakan salah satu bangsa Barat yang ingin masuk ke Jepang untuk
membuka hubungan dagang.
Pada tahun 1846,
Amerika Serikat mengirimkan utusannya ke Jepang di bawah pimpinan Laksamana
Biddle, tetapi ditolak oleh Shogun. Pada tahun 1853, mengirimkan lagi utusannya
lengkap dengan kapal perangnya di bawah pimpinan Matthew Commodore Perry. Perry
menghadap Shogun dan meminta agar Jepang mau membuka kota-kota pelabuhannya
untuk perdagangan internasional. Pemerintah Jepang minta waktu untuk memikirkan
permintaan Amerika Serikat. Perry beserta rombongan kembali ke Amerika.
Pada tahun 1854,
rombongan Perry lengkap dengan tujuh kapal perangnya mendarat lagi di Yedo, dan
berhasil memaksa Shogun Iyesada (1853–1858) untuk menandatangani Perjanjian Kanagawa (31 Maret 1854) yang isinya
kota pelabuhan Shimoda dan Hokodate dibuka untuk perdagangan asing. Dengan
demikian, runtuhlah politik isolasi Jepang sehingga negara tersebut terbuka
untuk bangsa asing. Sejak saat itu, Jepang menyadari akan ketinggalannya dengan
bangsabangsa Barat. Yang menjadi sasaran kemarahan rakyat Jepang ialah
pemerintahan Shogun. Yoshinobu dipaksa turun takhta dan menyerahkan
kekuasaannya kepada Kaisar Mutsuhito (Kaisar Meiji) pada tanggal 8 September
1867. Secara resmi Kaisar Meiji memerintah Jepang dari tanggal 25 Januari 1868
sampai dengan 30 Juli 1912.
b. Nasionalisme Jepang
Terbukanya Jepang bagi
bangsa asing yang disusul dengan runtuhnya kekuasan Shogun dan tampilnya Kaisar
Meiji (Meiji Tenno), menandai
bangkitnya nasionalisme Jepang. Pada tanggal 6 April 1868, Meiji Tenno
memproklamasikan Charter Outh (Sumpah Setia) menuju Jepang baru
yang terdiri atas lima pasal, seperti berikut.
1) Akan dibentuk parlemen.
2) Seluruh bangsa harus bersatu untuk mencapai
kesejahateraan.
3) Adat istiadat yang kolot dan yang menghalangi
kemajuan Jepang harus dihapuskan.
4) Semua jabatan terbuka untuk siapa saja.
5) Mendapatkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin
untuk pembangunan bangsa dan negara. Untuk mencapai cita-cita tersebut maka
Meiji Tenno melaksanakan pembaharuan (restorasi). Itulah sebabnya Kaisar Meiji
kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. Restorasi yang dilakukan meliputi
segala bidang, yakni politik, ekonomi, pendidikan dan militer.
1) Bidang Politik
1) Bidang Politik
Langkah pertama yang
diambil oleh Meiji Tenno ialah memindahkan ibu kota dari Kyoto ke Yedo yang
kemudian diganti menjadi Tokyo (yang berarti ibu kota timur). Selanjutnya,
diciptakan bendera kebangsaan Jepang, Hinomoru
dan dan lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo.
Shintoisme dikukuhkan sebagai agama
nasional. Jabatan shogun dan daimyo dihapuskan (1868) dan samurai
dibubarkan. Para Daimyo kemudian
diangkat menjadi pegawai negeri, sedangkan para Samurai dijadikan tentara nasional. Di bawah pimpinan Ito Hirobumi
(kemudian dikenal Bapak Konstitusi Jepang) pada tahun 1889 berhasil disusun
konstitusi Jepang. Pada tanggal 11 Februari 1890 UUD di sahkan oleh Kaisar
Jepang pada saat itu.
2) Bidang Ekonomi
Pembangunan di bidang
ekonomi, meliputi bidang pertanian, perindustrian, dan perdagangan, namun yang
paling berhasil di bidang perindustrian dan perdagangan. Perdagangan Jepang
maju pesat berkat dumping policy. Di bidang industri muncul golongan baru yang
disebut Zaibatsu yang terdiri atas keluarga Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo, dan
Jassuda.
3) Bidang pendidikan
Sistem pendidikan di
Jepang meniru sistem pendidikan Barat. Dasar moral yang diajarkan di semua
sekolah ialah Shintoisme dan Budhisme. Pada tahun 1871, dibentuklah Departemen
Pendidikan. Selanjutnya pada tahun 1872 dikeluarkan Undang-Undang Pendidikan
yang mewajibkan belajar untuk anak-anak umur 6–14 dan bebas uang sekolah.
Sistem pendidikannya semimiliter.
4) Bidang Militer
Dalam pembaharuan
angkatan perang yang mempunyai peranan besar ialah keluarga Choshu dan Satsuma.
Keluarga Choshu menangani pembaharuan Angkatan Darat dengan mencontoh Prusia
(Jerman), sedangan keluarga Satsuma menangani pembaharaun Angkatan Laut dengan
mencontoh Inggris. Bersamaan dengan modernisasi angkatan perang ini dihidupkan
kembali ajaran bushido sebagai jiwa kemiliteran.
c. Jepang Muncul sebagai Negara Imperialis
Restorasi telah
berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara Jepang. Jepang
menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Hal ini
kemudian menimbulkan ambisi untuk melakukan imperialisme seperi negara-negara
Barat. Tahukah Anda faktor-faktor yang mendorongnya?
1) Adanya pertambahan penduduk yang cepat.
2) Adanya perkembangan industri yang begitu pesat,
butuh daerah pasaran dan bahan mentah.
3) Adanya pembatasan migran Jepang yang dilakukan oleh negara-negara Barat.
3) Adanya pembatasan migran Jepang yang dilakukan oleh negara-negara Barat.
4) Pengaruh ajaran Shinto tentang Hakko I Chi-u (dunia sebagai keluarga),
di mana Jepang terpanggil untuk memimpin bangsa-bangsa di dunia (Asia-Pasifik).
Ambisi imperialisme Jepang menyebabkan Jepang
terlibat dalam peperangan. Untungnya, dalam setiap peperangan Jepang selalu
mendapatkan kemenenangan. Perang Cina–Jepang I (1894–1895) dimenangkan oleh
Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki
(1895). Hasilnya, Jepang memperoleh Kepulauan Pescadores dan Taiwan. Perang
Rusia–Jepang (1904–1905) dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan
Perjanjian Portsmouth (1905).
Hasilnya Jepang mendapatkan Shakalin Selatan dan menggantikan posisi Rusia di
Manchuria. Kemenangan Jepang ini memberikan pengaruh yang besar bagi tumbuhnya
nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika.
Dalam Perang Dunia I, Jepang juga ikut terlibat
perang dan memihak kepada Sekutu. Jepang berhasil menyapu pasukan-pasukan
Jerman di Cina ataupun di Pasifik. Itulah sebabnya setelah perang berakhir
dengan kekalahan di pihak Jerman, Jepang memperoleh daerah bekas jajahan
Jerman, seperti Shantung (di Cina), Kepulauan Marshal, Mariana, dan Caroline
(di Pasifik). Dengan demikian, sampai dengan berakhirnya Perang Dunia I, Jepang
telah berhasil menguasai banyak daerah. Jepang telah muncul menjadi negara
besar (the great powers).
Ø Latar Belakang
Pendudukan Jepang di Indonesia
Akibat
Restorasi Meiji yang diikuti oleh modernisasi Jepang mengakibatkan Jepang
melaksanakan imperialisme. Faktor-faktor prndorong Jepang melaksanakan
Imperialisme antara lain:
a.
Meningkatnya jumlah
penduduk.
b.
Adanya pembatasan
imigrasi bangsa Jepang yang dilakukan Negara-negara sekitarnya.
c.
Kebutuhan-kebutuhan
yang berhubungan dengan indrustri.
d.
Harga diri sebagai
bangsa yang kuat dan besar.
e.
Keinginan untuk
mewujudkan cita-cita Hakko I-Chiu.
Sejak Jepang berkembang menjadi Negara Imperialis,
bangsa Jepang sudah lama menginginkan daerah di kawasan Asia Tenggara, Timur
dan pasifik yang dikenal sebagai penghasil bahan baku untuk diduduki. Sesuai
keingginannya, Jepang kemudian menyerang Pearl Harbour yang pada saat itu
menjadi pangkalan militer Amerika di Pasifik dengan tujuan melumpuhkan kekuatan
Amerika di Kawasan Pasifik sehingga ekspansi Jepang Ke Negara-negara selatan
berjalan aman dan aman. Setelah melumpuhkan Pearl Harbour kemudian Jepang
Tanggal 8 Desember 1941 : secara
tiba-tiba Jepang menyerbu ke Asia Tenggara dan membom Pearl Harbor, yaitu
pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika di Pasifik. Lima jam setelah
penyerangan atas Pearl Harbor itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van
Starkenborgh Stachhouwer menyatakan perang terhadap Jepang.
Tanggal
11 Januari 1942 : tentara Jepang mendarat di Tarakan,
Kalimantan Timur, dan esok harinya (12 Januari 1942) Komandan Belanda di pulau
itu menyerah.
Tanggal
24 Januari 1942 : Balikpapan yang merupakan sumber
minyak ke-2 jatuh ke tangan tentara Jepang
Tanggal 29 Januari
1942 : Pontianak berhasil diduduki oleh Jepang
Tanggal 3 Februari 1942 : Samarinda diduduki Jepang
Tanggal
5 Februari 1942 : sesampainya di Kotabangun, tentara Jepang melanjutkan
penyerbuannya ke lapangan terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai
oleh tentara Hindia Belanda (KNIL).
Tanggal
10 Februari 1942 : dengan berhasil direbutnya lapangan terbang itu,
maka dengan mudah pula Banjarmasin diduduki oleh tentara Jepang
Tanggal
14 Februari 1942 : diturunkan
pasukan payung di Palembang. Dua hari kemudian (16 Februari 1942) Palembang dan
sekitarnya berhasil diduduki.
Dengan jatuhnya
Palembang itu sebagai sumber minyak, maka terbukalah Pulau Jawa bagi
tentara Jepang. Di dalam menghadapi ofensif Jepang, pernah dibentuk suatu
komando gabungan oleh pihak Serikat, yakni yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command)
yang markas besarnya ada di Lembang, dekat Bandung dengan panglimanya
Jenderal H. Ter Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda
(KNIL). Pada akhir Februari 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van
Starkenborgh telah mengungsi ke Bandung disertai oleh pejabat-pejabat tinggi
pemerintah. Pada masa itu Hotel Homman dan Preanger penuh dengan
pejabat-pejabat tinggi Hindia Belanda.
·
Tanggal 1 Maret
1942 : tentara ke-16
Jepang berhasil mendarat di 3 tempat sekaligus yaitu di Teluk Banten, di Eretan
Wetan (Jawa Barat), dan di Kragan (Jawa Tengah).
·
Tanggal 1 Maret
1942 : Jepang telah
mendaratkan satu detasemen yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji dengan
kekuatan 5000 orang di Eretan, sebelah Barat Cirebon. Pada hari yang sama,
Kolonel Shoji telah berhasil menduduki Subang. Momentum itu mereka manfaatkan
dengan terus menerobos ke lapangan terbang Kalijati, 40 Km dari Bandung.
Setelah pertempuran singkat, pasukan-pasukan Jepang merebut lapangan terbang
tersebut.
·
Tanggal 2 Maret
1942 : tentara Hindia
Belanda berusaha merebut Subang kembali, tetapi ternyata mereka tidak berhasil.
Serangan balasan kedua atas Subang dicoba pada tanggal 3 Maret 1942 dan sekali
lagi, tentara Hindia Belanda berhasil dipukul mundur.
·
Tanggal 4 Maret
1942 : untuk terakhir
kalinya tentara Hindia Belanda mengadakan serangan dalam usaha merebut Kalijati
dan mengalami kegagalan.
·
Tanggal 5 Maret
1942 : ibu kota Batavia
(Jakarta) diumumkan sebagai ‘Kota Terbuka’ yang berarti bahwa kota itu tidak
akan dipertahankan oleh pihak Belanda. Segera setelah jatuhnya kota Batavia ke
tangan mereka, tentara ekspedisi Jepang langsung bergerak ke selatan dan
berhasil menduduki Buitenzorg
(Bogor). Pada tanggal yang sama, tentara Jepang bergerak dari Kalijati
untuk menyerbu Bandung dari arah utara. Mula-mula digempurnya pertahanan di
Ciater, sehingga tentara Hindia Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan kota
tersebut sebagai pertahanan terakhir. Tetapi tempat ini pun tidak berhasil
dipertahankan sehingga pada tanggal 7 Maret 1942 dikuasai oleh tentara Jepang.
Tak lama sesudah berhasil didudukinya
posisi tentara KNIL di Lembang, maka pada tanggal 7 Maret 1942, pasukan-pasukan
Belanda di sekitar Bandung meminta penyerahan lokal dari pihak Belanda ini
kepada Jenderal Imamura tetapi tuntutannya adalah penyerahan total daripada
semua pasukan Serikat di Jawa (dan bagian Indonesia lainnya). Jika pihak
Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka Kota Bandung akan di bom dari
udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya agar Gubernur Jenderal
Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang diadakan selambat-lambatnya
pada hari berikutnya. Jika tuntutan ini dilanggar, pemboman atas Kota Bandung
dari udara akan segera dilaksanakan. Akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan
Jepang dan keesokan harinya, baik Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh
Stachouwer maupun Panglima Tentara Hindia Belanda serta beebrapa pejabat tinggi
militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Di sana mereka kemudian
berhadapan dengan Letnan Jenderal Imamura yang dating dari Batavia (Jakarta).
Hasil pertemuan antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat
Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang.
Dengan penyerahan
tanpa syarat oleh Letnan Jenderal H. Terpoorten, Panglima Angkatan Perang
Hindia Belanda atas nama Angkutan Perang Serikat di Indonesia kepada tentara
ekspedisi Jepang di bawah Pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura pada tanggal
8 Maret 1942, berakhirlah peemrintahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan
resmi mulailah kekuatan pendudukan Jepang di Indonesia.
Ø Jaman
Pendudukan Jepang di Indonesia
Kebijakan-kebijakan pada masa jepang
1)
Pembentukan Pemerintah Militer
Jepang membentuk
3 pemerintah militer yaitu
a.
Pemerintahan angkatan darat tentara ke
25 (Sumatera : Bukit Tinggi)
b.
Pemerintahan angkatan darat tentara ke
16 (Jawa dan Madura : Jakarta)
c.
Pemerintahan angkatan laut armada ke 16
(Kalimantan, Sulawesi dan Maluku : Ujung Pandang)
Sedangkan
susunan pemerintahan militer jepang terdiri dari
a.
Gunshireikan
(Panglima Tentara), Saiko Shikikan (Panglima Tertinggi)
b.
Gunseikan
(Kepala Pemerintahan Militer)
c.
Gunseibu
(coordinator Pemerintahan Militer Daerah)
2)
Penanaman sikap kesetiaan
·
Kewajiban melaksanakan upacara Sekrei (menghormat Matahari)
·
Kewajiban merayakan Hari Raya Tencosetsu (Lahirnya Kaisar Hirohito)
·
Menyebarkan propaganda Jepang
·
Indonesisasi tidak dilarang
3)
Pembentukan organisasi politik
v Putera
v Merupakan
pengganti Gerakan 3A
v Dipimpin
oleh Empat Serangkai
♣ Ir
Soekarno
♣ Drs.Moh
Hatta
♣ Ki
Hajar Dewantara
♣ K.H
Mas Mansur
Tujuan memmusatkan potensi rakyat
indonesia untuk membantu jepang
v Himpunan
Kebaktian Jawa (Jawa Hokokai)
v Cuo
Sangi In à badan pertimbangan pusat
pemerintahan
v Majelis
Islam A’la Indonesia
Diijinkan karena MIAI anti Barat
Diganti dengan Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi)
4)
Pergerakan tenaga rakyat
a)
Pengerahan tenaga pemuda (Barisan Pemuda
Asia Raya/BPAR, San A Seinen Kutenso : Wadah latihan Pemuda di bawah gerakan
tiga A).
b)
Pembentukan organisasi semi militer
seperti: Seinendan, Keibodan, Suisintai dan Fujinkai.
c)
Pembentukan organisasi militer seperti
Hehijo dan PETA.
d)
Pengerahan tenaga Romusha.
5)
Kebijakan ekonomi perang
Tanaman-tanaman
yang laku dipasaran seperti tebu, tembakau, the dan kopi diganti dengan tanaman
pangan, pohon jarak, kina dan karet.
Ø Reaksi
Bangsa Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang
ª
Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Pemberontakan dipimpin
seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng, Lhokseumawe.
Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang
melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan
salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan
serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke
Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh
rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid
sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri
dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
ª
Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini
terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa
Barat di bawah pimpinan KH. Zainal
Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang,
khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi
penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah
matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam
Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu
beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa. Jepang
memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri
pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah
pertempuran antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun
berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil
juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk
menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.
ª
Peristiwa Indramayu,
April 1944
Peristiwa Indramayu
terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan
sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah
mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan ini
dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang,
Kabupaten Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di
kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak
setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
ª
Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah
seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya
melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan
November 1944. Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman
akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi
tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat
ditumpas. Di daerah Aceh
lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang
dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira
tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil
ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.
Pemberontakan Peta
ª
Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari
1945)
Perlawanan ini
dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun
Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai
putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping
itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan
prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan
yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel
Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan
pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya
disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Perlawanan ini
dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku
Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam
terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.
- Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan ini
dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco), Kusaeri bersama rekan-rekannya.
Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang
sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman
mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
- Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat yang
dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Selatan. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak
yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat
gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.
Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan
pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara
sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian
memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan
balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus
1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar
600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
- Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943
Perlawanan ini
dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di
Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan
sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat
banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang
meninggalkan Pulau Biak.
Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini
dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata
kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh
Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah
seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
Perlawanan di Tanah Besar Papua
Perlawanan ini
dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan kerja
sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat
mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
ü Gerakan
bawah tanah
Sebenarnya bentuk
perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia tidak
hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat
betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
- Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
- Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor berita Antara).
- Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok mahasiswa dan pelajar.
- Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan Kaigun (AL) Jepang.
Mereka
yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi
dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha
mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu,
kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah
yang akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi.
Demikianlah
gambaran tentang aktifitas pergerakan Nasional yang dilakukan oleh kelompok
organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintah pendudukan Jepang, tentu
Anda dapat memahami sebab-sebab kegagalan dan mengapa para tokoh pergerakan
lebih memilih sikap kooperatif menghadapi pemerintahan militer Jepang yang
sangat ganas/kejam.
Ø Upaya
mempersiakan Kemerdekaan Indonesia
a.
Pembentukan Dukuristsu Junbi Coosakai (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia)
badan yang dibentuk
oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal
29 April 1945 bertepatan dengan
hari ulang tahun Kaisar
Hirohito.
Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia
dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang
Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Siding BPUPKI pertama berlangsung tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dengan agenda
merancang Rumusan Dasar Negara Indonesia dengan hasil pemikiran beberapa tokoh
yaitu:
No
|
Nama Tokoh
|
Pokok Pikiran
|
1
|
Mr. Muhammad
Yamin (29 Mei 1945)
|
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat
|
2
|
Prof. Dr.
Supomo (31 Mei 1945)
|
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan Lahir dan Batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan Rakyat
|
3
|
Ir. Soekarno
(1 Juni 1945)
|
1.
Kebangsaan
2.
Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
3.
Mufakat dan Demokrasi
4.
Kesejahteraan Sosial
5.
Ketuhanan Yang Maha Esa
|
Selanjutnya pada
tanggal 10 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI dan Cuo Sangi In dibentuk panitia
Sembilan yang kemudian menghasilkan rumusan yang disebut Jakarta Charter.
b.
Pembentukan Dukuristsu Junbi Inkai (Panitia Pesiapan
Kemerdekaan Indonesia)
Pada tanggal 7 Juni
1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan Dukuristsu Junbi Inkai (Panitia
Pesiapan Kemerdekaan Indonesia) di Dalat, Vietnam oleh laksamana Terauchi yang
juga memanggil 3 tokoh pimpinan Indonesia : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
dr. Radjiman Widyodiningrat.
Dampak Pendudukan Jepang Di Indonesia
1. Dampak
terhadap Kehidupan Ekonomi
Pendudukan
Jepang membawa dampak yang besar terhadap kehidupan ekonomi Indonesia. Ketika
Jepang menduduki Indonesia, objek-objek vitak alat-alat produksi telah hancur
sehingga pada awal pendudukan Jepang sebagian besar kehidupan ekonomi lumpuh.
Pemerintah pendudukan Jepang mulai mengeluarkan peraturan-peraturan untuk
menjalankan roda ekonomi. Pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan
sisa-sisa persedian barang diperketat. Untuk mencegah meningkatnya harga
barang, dikeluarkan peraturan pengendalian harga dan dijatuhkan hukuman berat
bagi pelanggarnya.
Pemerintah
Jepang mengembangkan pola Ekonomi Perang di mana setiap wilayah harus
melaksanakan autarki, artinya setiap daerah harus memenuhi kebutuhannya
sendiri dan memenuhi kebutuhan perang. Tuntutan kebutuhan pangan pada tahun
1942 semakin meningkat. Pengerahan kebutuhan perang semakin meningkat.
Dilancarkanlah kampanye pengerahan dan penambahan bahan pangan secara
besar-besaran. Rakyat dituntut untuk menaikkan produksi tanaman jarak dan
menjadi pekerja romusha.
2. Dampak
terhadap Mobilitas Sosial
Di samping
menguras sumber daya alam, Jepang juga melakukan eksploitasi tenaga manusia.
Puluhan hingga ratusan penduduk dikerahkan untuk kerja paksa guna membangun
sarana dan prasarana perang. Mereka dipaksa bekerja keras sepanjang hari tanpa
diberi upah, makan pun sangat terbatas, sehingga banyak yang kelaparan, sakit
dan meninggal. Untuk mengerahkan tenaga kerja, tiap-tiap desa dibentuk panitia
pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Jepang memobilisasi para
pemuda untuk membentuk tentara cadangan, yang diharapkan membantu Jepang
melawan Sekutu.
Pengerahan
tenaga di desa-desa, menimbulkan perubahan sosial yang luas. Para romusha yang
berhasil melarikan diri kembali ke desanya masing-masing membawa pengalaman
baru dan membuka isolasi desa. Pada Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem tonarigumi
(rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang masing-masing
terdiri dari 10-20 rumah tangga. Sistem tonarigumi ini bertujuan mengawasi
aktivitas penduduk yang dicurigai. Untuk situasi perang, tonarigumi difungsikan
untuk latihan pencegahan bahaya udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong
dan mata-mata musuh.
3. Dampak dalam
Bidang Birokrasi
Setelah Jepang
berhasil menguasai wilayah Indonesia maka Jepang segera membagi wilayah
Indonesia, dalam tiga pemerintahan militer pendudukan sebagai berikut.
(a) Wilayah I, meliputi Jawa dan Madura,
yang diperintah oleh angkatan darat yang berpusat di Jakarta (Tentara Keenam
Belas).
(b) Wilayah II, meliputi Sumatera
seluruhnya, diperintah oleh angkatan darat yang berpusat di Bukittinggi
(Tentara Kedua Puluh Lima).
(c) Wilayah III, meliputi Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku yang Diperintah oleh angkatan laut
yang berpusat di Makasar (Armada Selatan Kedua).
Masing–masing ketiga wilayah itu dipimpin
oleh kepala staf tentara/armada dengan gelar gunseikan (kepala
pemerintahan militer) dan kantornya disebut gunseikanbu. Usaha membentuk
pemerintahan militer pendudukan sementara ternyata banyak mengalami kesulitan
karena Jepang kekurangan staf pegawai–pegawainya. Dengan demikian, Jepang
terpaksa mengangkat pegawai dari bangsa Indonesia. Pada saat pemerintahan
sementara tersebut, orang–orang Indonesia banyak menduduki jabatan–jabatan
tinggi. Namun demikian, pada Agustus 1942 masa pemerintahan militer sementara
berakhir. Jepang telah mengirimkan tenaga pemerintahan sipil ke Indonesia.
Sejak itu, jabatan–jabatan penting yang diduduki oleh orang Indonesia mulai
diganti.
Pada pertengahan
1943 kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak, maka jepang kembali
memberi kesempatan kepada bangsa Indonesia, untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan. Untuk itu, pada 5 September 1943 Jepang membentuk Badan
Pertimbangan Keresidenan (Syu Sang Kai) dan Badan Pertimbangan Kotapraja
Istimewa (Syi Sang In). Banyak orang Indonesia yang menduduki
jabatan–jabatan tinggi dalam pemerintahan, antara lain: Prof. Husein
Djajadiningrat sebagai kepala Departemen Urusan Agama, Sutarjo Kartohadikusumo
sebagai kepala pemerintahan (syucokan) di Jakarta, dan R.M.T.A Suria sebagai
kepala pemerintahan (syucokan) di Bojonegoro. Di samping itu ada 7 orang
Indonesia yang menduduki jabatan sebagai penasehat pada pemerintahan militer,
di antaranya: Ir. Soekarno (Departemen Urusan Umum), Mr. Suwandi dan dr. Abdul
Rasyid (Departemen Urusan Dalam Negeri), Prof. Dr. Mr. Supomo (Departemen
Kehakiman), Mochtar bin Prabu Mangkunegara (Departemen Lalu Lintas), Mr. Muh.
Yamin (Departemen Propaganda), dan Prawoto Sumodiloyo (Departemen Ekonomi).
Dengan demikian
pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar, dalam
birokrasi pemerintahan. Selama zaman Hindia Belanda, jabatan–jabatan penting
dalam pemerintahan tidak pernah diberikan kepada Indonesia.
4. Pengaruh
dalam Bidang Militer
Awal 1943,
keadaan Perang Pasifik mulai berubah. Ekspansi tentara Jepang berhasil
dihentikan Sekutu dan Jepang beralih sikap bertahan. Karena sudah kehabisan
tenaga manusia, Jepang menyadari bahwa mereka memerlukan dukungan dari penduduk
masing–masing daerah yang diduduki. Pemerintahan militer Jepang mulai
memikirkan pengerahan pemuda–pemudi Indonesia guna membantu perang melawan
Sekutu.
Jepang lalu
membentuk kesatuaan–kesatuaan pertahanan sebagai tempat penggemblengan
pemuda–pemuda Indonesia di bidang kemiliteran. Pemuda yang tergabung dalam
berbagai kesatuan pertahanan menjadi pemuda–pemuda yang terdidik dan terlatih
dalam kemiliteran. Dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan perjuangan
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di kemudaian hari, pelatihan militer ini
akan sangat berguna.
5. Bidang Kebudayaan
Pada masa
Jepang, bidang pendidikan dan kebudayaan diperhatikan dan bahasa Indonesia
mulai dipergunakan. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran utama,
sedangkan bahasa Jepang dijadikan sebagai bahasa wajib. Dengan semakin
meluasnya penggunaan bahasa Indonesia, komunikasi antarsuku di Indonesia
semakin intensif yang pada akhirnya semakin merekatkan keinginan untuk merdeka.
Pada 1 April 1943 dibangun pusat kebudayaan di Jakarta, yang bernama “Keimin
Bunka Shidoso”.
Sumber:
·
Dwi Ari Listiyani, 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS.Jakarta :
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional.
·
Poesponegoro, Marwati Djoened &
Notosusanto, Nugroho. 1993.
·
Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV.
Jakarta: Balai Pustaka.
·
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penyelidik_Usaha_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar